Informasi Seputar BioDiesel sebagai penganti BBM Solar dimasa yang akan datang

Jangan Lagi Perkaya Orang Asing
Ketika Biodisel Disiapkan sebagai Pengganti Bahan Bakar

Setelah sekian lama menjadi wacana, kini ada energi terbaru yang disebut biodiesel. Ternyata sebagian warga Mojekerto, Jawa Timur telah menggunakan hal tersebut dalam keseharian mereka.

UNTUK mengetahui lebih jauh bagaimana biodiesel itu, Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan (STT MIGAS) lewat yayasan Kaltim Mandiri mengirimkan tim riset ke sebuah pabrik biodiesel sederhana, PT Multi Inovasi Mandiri (MIM) di Mojokerto untuk melihat langsung pengembangan dan penggunaannya. Tim peneliti terdiri dari Elvis Rata ST MT selaku ketua tim, Siddiq, Kurniawan, dan Farah. Sesaat setelah turun dari bis jurusan Surabaya-Mojokerto, mereka disambut hangat oleh seorang lelaki paruh baya, Minggu (21/1). Harianto panggilan akrabnya, nama tersebut sangat familiar di kalangan petani Mojokerto, karena apresiasinya selama ini dalam menggalakan tanaman jarak pagar menjadi biodiesel. Awalnya, Harianto tak mau kalah dengan keberhasilan ITB dan Bio Chem Prima International yang sukses menggelar Jathropa Expedition 2006 lalu, dalam uji coba tersebut kendaraan diesel diisi minyak jarak murni, mampu menempuh 3.000 km, maka Harianto, turut mengembangkan pohon jarak bersama-sama para petani kecil lainnnya dengan harapan bukan penen buah, tapi panen minyak jarak.

“Prosesnya, biji jarak diperas dengan alat sederhana yang saya rancang, kemudian diproses lebih lanjut secara kimia sederhana pula untuk dijadikan minyak diesel. Kulitnya tidak dibuang karena dapat diolah menjadi pupuk,” terang pensiunan dinas pekerjaan umum (PU) Jatim tersebut. Setiap harinya, Harianto melayani pembelian biodisel secara eceran, karena banyak warga desa Mojokerto yang bergerak di bidang industri rumah tangga, lebih memilih biodisel untuk menggerakkan mesin diesel miliknya. “Alasan utama konsumen menggunakan biodiesel, karena lebih irit dan ramah lingkungan. Selain itu, mampu menjadikan mesin jadi tahan lama,” jelas Harianto. Harianto lebih lanjut menjelaskan, membuat biodiesel jangan dibayangkan serumit memproduksi minyak bumi, karena hanya dengan teknologi sederhana dan konvensional biodisel dapat diproduksi.

Hampir setiap bulan, PT MIM yang dipimpin Harianto mengadakan pelatiah bioteknologi bagi para petani desa. Pesertanya tidak hanya berasal dari Mojokerto dan desa-desa di Jatim, tetapi juga tidak sedikit datang dari luar Jatim. Harianto mengungkapkan, selama ini kekayaan Indonesia hanya diperas oleh pengusaha asing karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki bangsa kita. Harapannya, jangan lagi biodiesel menjadi lahan para warga asing di Tanah Air. “Untuk memajukan sebuah daerah, orang-orang kecil seperti para petani harus kita cerdaskan agar mampu mengelola kekayaan alam sendiri. Bagitupun dengan biodisel, ini adalah sumber kekayaan alam, jangan lagi deh dikuasai orang asing,” pintanya. Ditambahkannya, Kaltim memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan biodisel, baik itu dari Jarak maupun dari crude palm oil (CPO). “Lahan yang tebilang masih sangat luas, ditambah iklim yang sangat mendukung, saya berharap kedepan Kaltim dapat menjadi provinsi yang tidak hanya memasok minyak bumi, tapi juga biodisel. Tentunya dengan hasil olahan petani setempat,” pungkasnya. (lauhil machfudz/bersambung)

 

Tak Perlu Modifikasi Mesin
Ketika Biodisel Disiapkan sebagai Pengganti Bahan Bakar

Disaat harga bahan bakar minyak (BBM) semakin sulit dan mahal, penemuan bahan bakar alternatif dan terbarukan sangat diharapkan. Khususnya yang bisa langsung diaplikasikan pada kendaraan bermotor tanpa modifikasi masin. Jika suatu saat biodisel dapat dipakai secara luas, maka jutaan rupiah akan dihemat untuk pembelian bahan bakar minyak. Tak itu saja, emisi gas buangnya pun bisa ditekan jauh dibawah batas maksimum yang diizinkan. Yang menarik, bahan bakar biodisel dapat langsung digunakan terhadap motor bakar yang biasa menggunakan solar tanpa harus memodifikasi apapun terhadap mesin. Biodisel juga mudah diproduksi, dan masuk dalam kategori energi yang dapat diperbaharui.

Tim peneliti dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT MIGAS) Balikpapan yang diketuai oleh Elvis Rata ST MT yang bertandang ke Mojokerto, Jawa Timur untuk meneliti aplikasi biodisel, berkesempatan melihat langsung bagaimana warga desa menggunakan minyak nabati tersebut untuk kesehariannya, Senin (1/1) lalu. James, salah satu warga Mojokerto yang memiliki pabrik serabut kelapa skala rumah tangga, telah setahun menggunakan biodisel untuk mesin pabriknya. Diakuinya, dari penggunaan biodisel tersebut, James dapat memangkas 30 persen biaya oprasional dibandingkan jika menggunakan solar. “Untuk mesin pabrik, saya menggunakan biodisel tanpa melakukan modifikasi mesin sedikit pun. Namun, biodisel saya campur dengan minyak tanah sebanyak 1 liter biodisel, dan 15 liter minyak tanah,” beber James.

Tak pelak, keterangan yang diungkapkan James tersebut membuat tim peneliti tercengang. Betapa tidak, minyak tanah selama ini dikenal sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga ternyata bisa jadi bahan bakar dissel setelah dicampur biodisel. Meski tidak mempunyai alasan ilmiah yang cukup kuat, James berhasil menerapkan pencampuran tersebut dan telah dibuktikannya selama setahun. “Mesin saya tetap awet, karena penggunaan biodisel pengaruhnya lebih dingin terhadap mesin dibandingkan solar. Selain itu, emisi buang jauh lebih ramah, karena biodisel tidak mengandung sulfur,” ungkapnya. Ketua Tim Peneliti Elvis Rata mengatakan, penggunaan campuran tersebut biayanya jelas sangat murah dibandingkan menggunakan solar. “Akan tetapi, kami terlebih dahulu melakukan uji laboratorium terhadap mesin. Jika memang hasil uji menyatakan tidak memiliki efek samping terhadap mesin, maka hal ini adalah sebuah terobosan baru bagi pengusaha kecil berskala rumah tangga,” pungkas Elvis. (Lauhil Machfudz/bersambung)

Ketika Biodisel Disiapkan sebagai Pengganti Bahan Bakar
Dunia pendidikan terus menyumbang terobosan baru yang bermanfaat bagi masyarakat. Namun, tak jarang pelaku pendidikan dipandang           sebelah    mata, bahkan “dimanfaatkan” oleh sekelompok orang demi kepentingan pribadinya. UNTUK memperoleh data ilmiah secara lengkap,      selepas dari Mojokerto untuk melihat langsung penggunaan biodisel di masyarakat setempat, tim peneliti biodisel yang diketuai Elvis Ratta ST MT dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas (STT MIGAS) Balikpapan, melanjutkan studi literatur ke Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang,   Jawa Timur, Senin (1/1) lalu.Kunjungan studi literatur diarakan ke jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw. Jurusan ini mengorbitkan salah-satu pakar biodisel terkenal Ir Bambang Susilo MSc Agr. Sayangnya, saat tim peneliti memasuki ruang kerjanya, Bambang Susilo sedang keluar kota. Akhirnya, tim peneliti disambut asistennya yang juga pakar biodisel Dr Ir Bambang Dwi Argo DEA, yang juga staf pengajar di jurusan tersebut.

Tanpa basa-basi, Elvis langsung mengarahkan pembicaraan mengenai biodisel. Namun, Bambang Dwi tidak serta merta menanggapinya. Bambang Dwi seolah-olah tertutup jika pembicaraan mengarah ke biodisel. Setelah Elvis menerangkan lebih jelas tentang maksud tim peneliti dari STT MIGAS untuk menimbah ilmu agar biodisel dapat diaplikasikan bagi masyarakat Kaltim, akhirnya Bambang mengubah sikap menjadi lebih terbuka.Ternyata, sikap Bambang Dwi tersebut didasari atas kejadian 3 tahun lalu yng sempat membuatnya trauma. Dijelaskannya, dia bersama atasannya, Bambang Susilo sempat dibuat kecele oleh salah-satu perusahaan kacang terbesar, yang dikenal dengan produk makanan ringan kacang yang berkantor di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. “Awalnya, perusahaan tersebut berkonsultasi dengan kami tentang pengolahan limbah sisa minyak penggorengan yang jumlahnya 12 ton per hari. Saat itu, saya dan Pak Bambang Susilo memberikan solusi, yaitu dengan mengolah kembali limbah tersebut untuk dijadikan biodisel,” terang Bambang Dwi. Usulan tersebut disetujui oleh manajemen perusahaan tersebut dan mempercayakan kepada jurusan Teknik pertanian Unibraw untuk mempersiapkan perencanaannya, sampai kepada pembangunan mesin bioteknologi. “Tapi pahit bagi kami, setelah proposal perencanaan yang sudah matang tersebut kami serahkan, pihak perusahaan malah mengacuhkan kami dan membuat mesin pengelola limbah minyak goreng menjadi biodisel sendiri tanpa melibatkan kami lagi,” ungkap Bambang Dwi, kecewa. (lauhil machfudz/bersambung)  

Aplikasinya Prospek di Kaltim
Ketika Biodiesel Disiapkan sebagai Pengganti Bahan Bakar
Selain dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi, secara ilmiah biodiesel juga memiliki keunggulan mutu yang tidak kalah bagusnya dengan solar.
KETUA Tim Penelitian Biodiesel dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT MIGAS) Balikpapan Elvis Ratta ST, menjelaskan, dari data yang diperolehnya selama penelitian yang diakhiri di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Selasa (2/1) lalu, ternyata penggunaan biodiesel lebih irit 1 kilometer dalam volume pemakaian 1 liter dibandingkan solar. “Selain itu, pada solar dikenal angka setan-nya lebih tinggi, kalau di premium angka oktan. Makin tinggi angka oktan di premium, pembakaran makin sempurna. Jadi, efisiensi termalnya yang dijadikan tenaga lebih optimal. Karena pembakaran optimal, tenaga jadi bagus, sisa-sisa gas buang menjadi kurang. Kualitas emisi jadi bagus karena biodiesel tidak mengandung sulfur,” jelas Elvis.

Ditambahkannya lagi, biodiesel memiliki kepekatan asam (opasitas) berkurang 80 persen dibandingkan solar, sehingga tidak emisi yang dihasilkan, warna hitamnya tidak sepekat penggunaan solar. “Biodiesel juga memiliki daya lumas yang tinggi, sehingga mengurangi panas dari gesekan mesin, dan menjadikan mesin tetap awet. Selain itu, kandungan oksigen biodiesel yang tinggi menjadikan pembakaran yang sempurna , sehingga tarikan mesin lebih enteng,” lanjutnya. Terkait hasil proses produksinya, Elvis menjelaskan, jika dalam 1 hektare tanaman jarak pagar, dapat dihasilkan 1592 liter atau 1,59 ton biodiesel per sekali panen produksi.

“Tentunya, hal ini sangat relevan dengan ketersediaan lahan di Kaltim yang luasnya sekitar 3.643.059 ha. Iklim dan topografi juga sangat mendukung karena memenuhi kriteria klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim dengan grade S-1 atau sangat sesuai,” kata dosen kimia STT MIGAS ini.

Lebih lanjut dijelaskannya, profil keadaan lahan dan iklim Kaltim memiliki altitude 400 m dpl, curah hujan 1.000-3.000 mm/tahun, dan tanpa unsur iklim pembatas seperti kekurangan air dan radiasi sinar matahari.

Ketua Yayasan Kaltim Mandiri, Yantovita Ganjang SS MM yang memberangkatkan tim peneliti dari STT MIGAS tersebut, berharap jika hasil penelitian ini dapat segera teraplikasi di tengah-tengah masyarakat. ”Kami bersedia bahu membahu dengan pemerintah untuk melaksanakan program ini agar tidak lagi menjadi wacana. Harapannya, agar ke depan, masyarakat tidak terus “manja” pada subsidi dari pemerintah,” kata Yanto. (lauhil machfudz)

NaraSumber : Elvis Ratta, ST. MT

 

 

 

Klik disini Kembali kedepan

 

                      http://www.ikab-borneo.0catch.com

                                                                                                                             Created by Zainal